Minggu, 28 Desember 2008

some glances through my mind

MENYEIMBANGKAN SEJARAH DAN MASA DEPAN

Kata teman, setiap bulan mempunyai kekhasannya sendiri, begitu juga bulan Desember - tentunya juga mempunyai kekhasan itu. Seperti yang kita rasakan saat ini, sebagian besar orang saat ini sedang mempersiapkan diri untuk menyambut tahun baru 2009. Hampir di setiap pinggir-pinggir jalan raya terlihat pedagang kaki lima yang menjajakan atribut-atribut ritual penyambutan itu. Namun, sebagian yang lain, (dan ini lebih terlihat akademis) di penghujung akhir tahun ini melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk interopeksi; sudah seberapa lama kita melayari samudra kehidupan ini, dan sudah seberapa banyak yang kita hasilkan dari waktu-waktu yang telah kita lalui? Kedua pertanyaan itu di akhir tahun (dan mungkin memang hanya di akhir tahun) tiba-tiba menyeruak memenuhi alam pikiran kita. Dan inilah yang bisa disebut sebagai salah satu kekhasan bulan Desember.

Dua bentuk pengekspresian di atas, jika direnungkan merupakan dua bentuk perspeketif berbeda dari cara manusia memandang waktu, yaitu menengok sejarah dan memandang masa depan. Tentu saja, terkadang dari kedua sudut pandang ini timbul kesimpulan yang berbeda dalam menafsiri hidup. Saya tidak akan memperbandingkan dan menjustifikasi mana di antara kedua hal itu yang benar dan mana yang salah. Keduanya, adalah hak penuh setiap insan untuk memandang bagaimanakah bentuk kehidupan bagi dirinya. Setiap dari keduanya mempunyai sisi gelap-terang yang harus diungkapkan.

Sejarah adalah memori dari apa yang telah kita lakukan. Ia adalah yang lalu, telah lewat dan tak akan kembali. Membangkitkannya, terkadang mampu membawa kita ke haru biru yang meletup-letup. Ia jelas karena ia telah terjadi. Namun, setiap orang sadar, haru biru, kesenangan, kesedihan, kesemuanya hanyalah perasaan dari peristiwa yang telah kita alami dahulu, kita hanya merasakan perasaannya saja, bukan peristiwanya. Dan yang harus diakui adalah, lambat laun, perasaan apapun itu, akan sirna ditelan oleh waktu. Seringkali, sejarah menjadi sosok menakutkan yang menghantui sebuah komunitas. Yang pada akhirnya mereka hanya tertunduk malu dan berharap “kapan semua berjalan normal kembali?”

Berbeda dengan masa depan. Ia adalah yang akan datang, dan karena kita tidak mempunyai bakat cenayang, maka ia menjadi sesuatu yang tak jelas. Ketakjelasan terkadang membuat kita takut untuk membuatnya. Kepragmatisan membuat diri kita menginginkan jalan yang jelas untuk sesuatu yang jelas. Dan ketiadaan hal itu membuat kita terkadang menyalahkan masa lalu. Ah, kenapa dulu kita dijajah! Ah, kenapa dulu waktu pemilu aku tidak memilih capres si A! Dan waktu terus berjalan.

Desember inipun, besok juga hanya akan menjadi sejarah; bahwa dulu pernah ada tulisan yang sedikit menyinggung tentang sejarah dan masa depan dalam sebuah surat kabar. Bukannya tak ada hubungan antara sejarah dengan masa depan. Malah, keduanya bagai pasangan yang seharusnya tak terpisahkan. Keduanya, menurut saya adalah ayah dan ibu yang selalu memberikan nasehat dan semangat kepada anaknya. Lalu, siapakah anaknya? Ia adalah kita yang sekarang. Kita yang saat ini hidup dan mengarungi kehidupan. Beberapa hal yang menyakitkan mungkin telah kita alami, itulah yang kemudian kita sebut sebagai pengalaman. Ketakjelasan yang akan menimpa kita besok saat matahari menengok cakrawala dunia, dari itulah kita membuat persiapan. Dan saat ini, kita harus hidup dengan keduanya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar